TEROR DAN KEKERASAN TERHADAP ANAK DI MADINA
Proses Hukum Jalan di Tempat, Presiden RI Diminta Turun Tangan

MADINA | RADARGEP.COM — Sebuah pengaduan serius dilayangkan oleh Arifin Wardiyanto selaku Fungsionaris ARPI (Aliansi Rakyat Peduli Integritas) kepada Presiden Republik Indonesia, terkait dugaan kelalaian dan pembiaran oleh aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Dalam surat pengaduan resmi yang ditembuskan kepada 11 lembaga tinggi negara dan kepolisian, diungkapkan bahwa dua laporan polisi atas tindak pidana kekerasan — masing-masing dengan Nomor LP/B/219/VIII/2024 dan LP/B/255/IX/2024 — hingga kini tidak ditindaklanjuti secara profesional oleh penyidik Satreskrim Polres Mandailing Natal.
Pelapor dalam Ancaman Serius
Sdr. Sony Tehe Lase, warga Desa Pasar Sengkuang I, Kecamatan Muara Batang Gadis, yang merupakan pelapor dalam perkara tersebut, dilaporkan terus-menerus menerima ancaman pembunuhan dari pihak terlapor. Situasi semakin memburuk saat pada Rabu, 23 Juli 2025 sekitar pukul 22.30 WIB, rumah pelapor didatangi oleh puluhan orang yang diduga suruhan terlapor dan terjadi penyerangan serta penganiayaan fisik, termasuk terhadap anak pelapor yang masih di bawah umur.
Yang membuat publik geram, aksi brutal ini berlangsung di hadapan aparat dari Polsek Muara Batang Gadis yang justru tidak melakukan tindakan pencegahan atau perlindungan kepada korban. Aparat yang semestinya menjaga keamanan dan menjalankan tugas negara, justru terkesan abai dan membiarkan tindakan main hakim sendiri terjadi.
Laporan Ketiga: Penganiayaan Massal, Saksi Belum Diperiksa
Penganiayaan yang terjadi kemudian dilaporkan secara resmi ke Polsek Muara Batang Gadis (LP/B/32/VII/2025), namun proses penyidikan kembali mandek. Hingga berita ini diturunkan, para saksi kunci peristiwa tersebut belum juga dimintai keterangan. Korban yang sempat menjalani visum di Puskesmas Desa Pasar Singkuang pun belum mendapatkan keadilan sebagaimana mestinya.
Desakan Kepada Presiden dan Kapolri
Melihat indikasi kuat pembiaran dan ketidakseriusan dalam penanganan kasus, ARPI mendesak Presiden Republik Indonesia agar segera menginstruksikan Kapolri menindak tegas dan memerintahkan jajaran kepolisian di bawahnya untuk menjalankan tugas secara profesional, netral, dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
“Jika aparat hukum justru berpihak atau membiarkan kekerasan terjadi di depan mata, maka ini bukan hanya pelanggaran etika kepolisian, tetapi juga bentuk nyata kegagalan negara dalam melindungi warganya, terutama anak-anak,” ujar Arifin Wardiyanto dalam pernyataan pers yang disampaikan di Yogyakarta.
Tembusan ke Lembaga Pengawas dan HAM
Tembusan pengaduan ini juga dikirimkan ke berbagai institusi pengawas dan perlindungan masyarakat, termasuk Menko Polhukam, Komnas HAM, LPSK, Komisi III DPR RI, dan Divisi Propam Polri, sebagai bentuk permohonan atensi dan intervensi terhadap potensi pelanggaran HAM dan ketidakadilan hukum yang terjadi di daerah.
Peristiwa ini menjadi peringatan keras bahwa integritas dan fungsi lembaga penegak hukum di daerah harus terus diawasi dan dikontrol oleh lembaga di atasnya. Negara tidak boleh kalah terhadap intimidasi, dan aparat tidak boleh tunduk kepada tekanan kelompok tertentu yang bertindak di luar hukum.
Jika benar terbukti terjadi pembiaran oleh aparat kepolisian dan perlakuan diskriminatif dalam proses hukum, maka ini harus dijadikan pintu masuk evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Polres Mandailing Natal. Korban kekerasan, apalagi anak-anak, tidak boleh dibiarkan menghadapi teror tanpa perlindungan hukum. (**/Relas)
Komentar Via Facebook :