Penyiksaan 8 Terpidana Kasus Kematian Vina, Arifin Desak Kapolri Proses Oknum Polres Cirebon

Penyiksaan 8 Terpidana Kasus Kematian Vina, Arifin Desak Kapolri Proses Oknum Polres Cirebon

Foto : Aktivis Pemerhati Hak Azasi Manusia Independen, Arifin Wardiyanto.

JAKARTA | RADARGEP.COM - Dengan adanya ratifikasi anti penyiksaan, Indonesia akan menjadi bagian terdepan dari masyarakat internasional dalam komitmen memerangi penyiksaan dan perbuatan kejam lainnya serta memperkokoh kehadiran sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.

Praktik penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang serta merendahkan martabat manusia masih terus terjadi dan berulang di Indonesia. Hal itu menjadi sorotan Aktifis Pemerhati Hak Azasi Manusia (HAM) Independen, Arifin Wardiyanto, Jumat (14/09/2024).

Kepada awak media, Arifin mengunggapkan bahwa pengulangan kasus penyiksaan ini memerlukan langkah konkret pencegahan dari berbagai pihak.

"Realitas yang terjadi, praktik penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya sudah berada di situasi yang mengkhawatirkan,” ungkap Arifin.

Praktik-praktik penyiksaan menjadi salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, ujar Arifin, terutama terjadi di tempat-tempat penahanan, tempat-tempat yang tidak bisa diakses secara terbuka atau tempat-tempat menyerupai penahanan dimana kebebasan seseorang tercabut.

Seperti yang dialami 8 anak bangsa yang tidak berdosa bernama Hadi Saputra, Eka Sandy, Jaya, Supriyanto, Sudirman, Rifaldi Aditya Wardhana, Eko Rahmadhani, Saka Tatal. 

Pada tahun 2016 Telah mengalami penyiksaan secara kejam dan biadab diduga dilakukan oknum penyidik Polres Cirebon Kota.

Mereka dipaksa mengakui telah melakukan pembunuhan, yang sebenarnya peristiwa pembunuhan itu tidak ada . Kematian Eky dan Vina disebabkan kenakalan Eky sebagai anak anggota polisi yang suka mabok mabokan dan menggunakan narkoba, ketika mengendari motor secara ugal ugalan terjatuh dan tubuhnya menghantam tiang lampu penerangan jalan umum di jalan layang Tol Talun Cirebon.

Mereka diperlakukan seperti binatang, dihajar habis habisan dengan cara dipukuli dengan gembok, distrum, disteples, disulut bara api rokok, diinjak dengan kaki kursi, dibalsem alat vitalnya dan lain lain secara biadab.

Cara memberi makannya juga tidak layak, makanan dilempar kelantai kemudian disuruh memakannya dengan mulut lansung layaknya seperti Binatang, dan dipaksa minum air kencing yang menjijikan.
 
Dikarenakan Indonesia telah meratifikasi the United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT) melalui UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

Seharusnya sudah sepantasnya untuk pencegahan adanya praktik penyiksaan kembali terulang  maka perlu adanya penegakan hukum terhadap pelaku penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang serta merendahkan martabat manusia di Indonesia. 

"Untuk itu dimohon pada KAPOLRI segera memproses hukum secara pidana terhadap oknum penyidik Polres Cirebon Kota yang melakukan penyiksaan secara kejam tersebut tanpa pandang bulu, bila perlu di PTDH," ujar Arifin. *Sony Lase

Komentar Via Facebook :