https://www.radargep.com

DESAK NEGARA HADIR LINDUNGI KEBEBASAN BERAGAMA

API Kutuk Keras Penyerangan Ibadah Umat Kristen di Padang

API Kutuk Keras Penyerangan Ibadah Umat Kristen di Padang

Foto: Rumah Doa Umat Kristen di Kota Padang Dirusak Sejumlah Orang, Pada Minggu (27/07).

JAKARTA | RADARGEP.COM - Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pendeta Indonesia (API) menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus mengecam keras insiden penyerangan dan pembubaran paksa ibadah umat Kristen di Rumah Doa GKSI Pos Padang Sarai, Kota Padang, Sumatera Barat. Peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu itu dinilai sebagai bentuk nyata intoleransi keagamaan yang mencederai nilai-nilai konstitusi dan kebhinekaan Indonesia.

Dalam pernyataan sikap resmi yang dirilis di Jakarta, API menyebut bahwa tindakan pelarangan dan intimidasi terhadap kegiatan ibadah adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.

“Kebebasan menjalankan ibadah adalah hak konstitusional warga negara. Tidak satu pun pihak berhak mencabut atau membatasi hak tersebut hanya karena alasan mayoritas atau tekanan kelompok intoleran,” tegas Ketua Umum API, Pdt. Brigjen TNI (Purn) Drs. Harsanto Adi S., MM., M.T., Selasa (29/07/2025).

API menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibangun di atas pondasi perjuangan bersama dari seluruh elemen bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, maupun golongan. Oleh karena itu, negara tidak boleh membiarkan kelompok tertentu merusak tatanan kehidupan berbangsa yang damai dan saling menghormati.

Pernyataan itu juga menyasar lemahnya keberpihakan negara dalam menghadapi kasus-kasus intoleransi. API menyayangkan sikap pasif sebagian institusi negara, dan mendesak Presiden RI beserta kementerian serta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas, hadir melindungi warganya, dan tidak bersikap permisif terhadap pelanggaran konstitusi.

Salah satu poin penting yang disorot API adalah desakan untuk meninjau ulang bahkan membatalkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, karena dinilai sering digunakan untuk menghambat kebebasan beribadah kelompok minoritas.

“Aturan itu kerap menjadi dasar hukum untuk membatasi, bahkan melarang kegiatan ibadah umat Kristen di berbagai wilayah. Ini tidak sejalan dengan semangat konstitusi dan Pancasila,” ujar Pdt. Estefanus Balaati, S.Th., Sekretaris Jenderal API.

Dalam pernyataannya, API juga meminta agar aparat penegak hukum segera memproses pelaku insiden Padang Sarai secara hukum, sekaligus menjamin agar peristiwa serupa tidak terjadi kembali di masa mendatang.

Meski demikian, API tetap memberikan apresiasi terhadap respons cepat Walikota Padang, aparat keamanan, tokoh masyarakat, dan para pemimpin gereja lintas denominasi yang telah berupaya membangun dialog damai dan menjamin keberlangsungan kebebasan beribadah.

Kepada umat Kristen di seluruh Indonesia, API mengimbau agar menyikapi peristiwa ini dengan bijak, tenang, dan tetap mengedepankan hukum serta kasih Kristus, seraya menghindari provokasi yang dapat memperkeruh suasana.

“Pernyataan ini kami sampaikan sebagai bentuk solidaritas terhadap Pdt. F. Dachi dan jemaat GKSI Pos Padang Sarai, sekaligus panggilan moral kami untuk menjaga keutuhan NKRI dalam semangat toleransi dan persaudaraan lintas agama,” tutup API. (**/Rls)

Komentar Via Facebook :