Penghambatan Liputan di Lapas Medan Diduga Langgar UU Pers dan KIP

Foto: Kepala Lapas Kelas I Medan, Herry Suhasmin
MEDAN | RADARGEP.COM – Jajaran Lapas Kelas I Medan mendapat sorotan tajam setelah diduga menghalangi puluhan wartawan meliput agenda pemberian remisi pada Hari Kemerdekaan RI ke-80, Minggu (17/8). Insiden ini menimbulkan dugaan kuat pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Peristiwa ini terjadi saat Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) dijadwalkan hadir. Meskipun telah menunjukkan kartu identitas pers resmi, wartawan dari berbagai media cetak, online, dan televisi dicegah masuk. Larangan ini mengejutkan sejumlah wartawan yang mengaku terbiasa meliput di Lapas tersebut.
"Saya sudah biasa meliput di sini. Tapi hari ini, saat menteri datang, kami justru dilarang masuk," ujar R. Pardosi, wartawan dari Harian SIB.
Seorang petugas Lapas memberikan alasan bahwa hanya wartawan yang diundang secara khusus yang diperkenankan masuk. "Sudah ada wartawan yang diundang. Tidak bisa lagi masuk, itu perintah dari atasan," kata petugas tersebut. Praktik ini dinilai sebagai tindakan diskriminatif yang bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi.
Wartawan yang hadir menegaskan bahwa tindakan ini secara langsung menghambat kerja jurnalistik. "Ini jelas menghambat kerja jurnalistik," kata Gayus Hutabarat. Senada, Nurlince Hutabarat menyebut, "Kami hanya ingin keadilan untuk pers, bukan belas kasihan."
Setelah berjam-jam menunggu di bawah terik matahari, dan setelah mendapat desakan dari para wartawan, pihak Lapas akhirnya mengizinkan sebagian jurnalis masuk saat acara hampir usai. Para wartawan menilai, akses yang diberikan di akhir acara ini tidak lagi efektif dan menunjukkan arogansi birokrasi.
Larangan meliput ini dinilai sebagai pelanggaran serius. UU Pers Pasal 4 menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara dan melarang adanya penghambatan terhadap kerja jurnalistik. Sementara itu, UU KIP mewajibkan lembaga publik, termasuk Lapas, untuk menyediakan informasi kepada publik.
Tindakan Kepala Lapas Kelas I Medan, Herry Suhasmin, disoroti karena diduga bertentangan dengan dua undang-undang tersebut, yang berpotensi menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers dan keterbukaan informasi di Indonesia. (Red/Dina Kesuma)
Komentar Via Facebook :